🦙 Ayat Tentang Wali Allah Tidak Mati

wanitayang tidak disertai mahramnya, karena. sesungguhnya yang ketiga adalah syetan” (Al Hadits) “Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan. sebaik-baik perhiasan hidup adalah istri yang. sholihah” (HR. Muslim) “Jika datang (melamar) kepadamu orang yang engkau. senangi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Terhadapayat Al-Qur'an yang secara harfiyah berarti : "Tangan Allah diatas tangan mereka ", ulama salaf memahaminya secara harfiyah; namum pemahaman mereka tidak disertai dengan keyakinan bahwa Tuhan mempunyai tangan seperti manusia. Terhadap ayat mutasyabihat ini, terdapat tiga pendapat : Pertaama, cara pandangan salafiyah, memahami apa Adabanyak ayat yang dijadikan pegangan mengenai hal ini: Dalil 1 Kisah Maryam dalam QS Ali 'Imran [3]: 37 di atas, sebagaimana telah dijelaskan di muka maka tidak akan kami ulangi lagi di sini. Sang ibu marah, lalu berdoa, "Ya Allah, jangan biarkan dia mati, sampai ia bertemu seorang pelacur." Di tempat Juraij tinggal, ada seorang pelacur Kemudianayat ini menyuruh kita berhati-hati dalam menindakkan sesuatu yang akibatnya tidak dapat diperbaiki (perkataannya banyak menimbulkan kerusakkan), supaya tidak ada pihak atau kaum yang dirugikan, d i timpa musibah atau bencana y a ng disebabkan berita yang belum pasti kebenarannya, sehingga menyebabkan penyesalan yang terjadi [1]. Sebabtidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar – tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani mati –. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. Allahtidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.” (QS:Yusuf | Ayat: 39-40). Demikian juga keadaan politik dan kemasyarakatan mereka. 1Surah Al-Baqarah: 257. 2 Surah Al-‘Araf: 196. 3 Surah Al-Baqarah: 286. “Yang demikian itu adalah kerana Allah itu adalah wali bagi orang-orang yang beriman, sedangkan orang-orang kafir tidak ada wali bagi mereka”.4. “Sesungguhnya wali kamu adalah Allah dan RasulNya”.5. 4 Surah Muhammad: 11. Pasal4. Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 5. (1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat. (2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah AsSarraj at-Tusi mengatakan: “Jika ada yang menanyakan kepadamu perihal siapa sebenarnya wali itu dan bagaimana sifat mereka, maka jawablah : Mereka adalah orang yang tahu tentang Allah dan hukum-huku m Allah, dan mengamalka n apa yang diajarkan Allah kepada mereka. Mereka adalah hamba-hamb a Allah yang tulus dan wali-wali-Nya yang bertakwa. . HADITS YANG PALING MULIA TENTANG SIFAT-SIFAT WALI-WALI ALLAHOleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه اللهعَنْ أَبِـيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللّـهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ تَعَالَـى قَالَ مَنْ عَادَى لِـيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْـحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَـيَّ مِمَّـا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَـيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِـيْ لَأُعِيْذَنَّهُ». Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla berfirman, ’Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya.’”Kelengkapan hadits ini adalahوَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِيْ عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُAku tidak pernah ragu-ragu terhadap sesuatu yang Aku kerjakan seperti keragu-raguan-Ku tentang pencabutan nyawa orang mukmin. Ia benci kematian dan Aku tidak suka HADITS Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Imam Bukhâri, no. 6502; Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ , I/34, no. 1; al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra, III/346; X/219 dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, no. 1248, dan lainnyaSetelah membawakan hadits ini, al-Baghâwi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini shahih.”Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Rabb-nya. Kemudian beliau t bawakan hadits di atas.[1]Hadits ini –walaupun diriwayatkan oleh Bukhâri rahimahullah dalam kitab Shahîhnya- termasuk hadits yang diperbincangkan para ulama karena ada rawi yang lemah. Namun hadits ini shahih karena ada syawâhid penguat-penguatnya, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah dalam Silsilatul Ahâdîts ash-Shahîhah, no. HADITS ath-Thûfi rahimahullah berkata, “Hadits ini merupakan asas tentang jalan menuju Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan metode supaya bisa mengenal dan meraih cinta-Nya. Karena pelaksanaan kewajiban batin yaitu iman dan kewajiban zhahir yaitu Islam dan gabungan dari keduanya yaitu ihsân, semuanya terdapat dalam hadits ini, sebagaimana semuanya ini juga terkandung dalam hadits Jibril Alaihissalam . Dan ihsân menghimpun kedudukan orang-orang yang menuju kepada Allâh berupa zuhud, ikhlas, muraqabah, dan lainnya.[2]Firman Allâh Azza wa Jalla dalam hadits di atas مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ”Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya.”Maksudnya, “Sungguh Aku mengumumkan kepadanya bahwa Aku memeranginya karena ia memerangi-Ku dengan memusuhi wali-wali-Ku.” Jadi, wali-wali Allâh wajib dicintai dan haram dimusuhi, sebagaimana musuh-musuh Allâh wajib dimusuhi dan haram Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia … ” [al-Mumtahanah/601]Dan Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya penolong walimu hanyalah Allâh, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, seraya tunduk kepada Allâh. Dan barangsiapa menjadikan Allâh, Rasul-Nya dan orang-orang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut agama Allâh itulah yang menang.” [al-Mâidah/555-56]Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa sifat kekasih-kekasih-Nya yang Allâh Azza wa Jalla cintai dan mereka mencintai-Nya yaitu rendah hati terhadap kaum mukminin dan tegas terhadap orang-orang bahwa segala bentuk kemaksiatan adalah bentuk memerangi Allâh Azza wa Jalla , semakin jelek perbuatan dosa yang dikerjakan, semakin keras pula permusuhannya terhadap Allâh. Karena itulah Allâh menamakan pemakan riba[3] dan perampok[4] sebagai orang-orang yang memerangi Allâh dan Rasul-Nya. Karena besarnya kezhaliman mereka kepada hamba-hamba-Nya serta usaha mereka mengadakan kerusakan di bumi. Demikian pula orang yang memusuhi para wali Allâh Azza wa Jalla . Mereka itu telah memusuhi Allâh dan telah memerangi-Nya.[5]Sifat dan ciri-ciri wali-wali Allâh Azza wa Jalla Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Ingatlah wali-wali Allâh itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa.” [Yûnus/1062-63]Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla menjelaskan sifat para wali-Nya. Pertama, mereka memiliki iman yang jujur; Dan kedua, mereka bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla .Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda … إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِي الْمُتَّقُوْنَ ، مَنْ كَانُوْا وَحَيْثُ كَانُوْا …Sesungguhnya orang-orang yang paling utama disisiku adalah orang yang bertakwa, siapapun dan dimanapun mereka…[6]Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, ”Maksud wali Allâh adalah orang yang mengenal Allâh, selalu mentaati-Nya dan ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.”[7]Pintu ini terbuka bagi siapa saja yang ingin menjadi wali Allâh. Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa para wali Allâh itu bertingkat-tingkat. Allâh berfirman, yang artinya, “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menzhalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allâh. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.” [Fâthir/3532]Tingkatan-tingkat itu adalah Pertama, orang yang menzhalimi diri sendiri. Mereka adalah pelaku dosa-dosa. Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ”Mereka yang melalaikan sebagian hal-hal yang wajib dan melakukan sebagian perbuatan haram.”Kedua, orang yang pertengahan. Mereka yang melaksanakan hal-hal yang wajib, menjauhi yang haram, namun mereka meninggalkan yang sunat dan terjatuh pada yang orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan, mereka selalu melaksanakan yang wajib dan yang sunnah, meninggalkan yang haram dan wali Allâh yang paling utama adalah para Nabi dan Rasul ’Alaihimus shalatu wassalam. Dan setelah mereka adalah para sahabat Radhiyallahu anhum. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Muhammad adalah utusan Allâh, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allâh dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka yang diungkapkan dalam Taurat dan sifat-sifat mereka yang diungkapkan dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allâh hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan kekuatan orang-orang mukmin. Allâh menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan diantara mereka, ampunan dan pahala yang besar.” [al-Fath/4829]Para sahabat Radhiyallahu anhum merupakan contoh yang agung dalam mewujudkan perwalian kepada Allâh Azza wa Jalla . Barangsiapa ingin meraih ridha Allâh, maka hendaknya dia menempuh jalan Allâh mereka tidak memiliki ciri-ciri yang khusus. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata ”Para wali Allâh tidak memiliki sesuatu yang membedakan mereka dan manusia umumnya dalam perkara yang mubah. Mereka tidak berbeda dalam hal pakaian, menggundul rambut atau memendekkannya, karena keduanya perkara yang mubah. Sebagaimana dikatakan, betapa banyak orang yang jujur memakai pakaian biasa, dan betapa banyak zindiq yang memakai pakaian bagus.”[8]Para wali Allâh tidak ma’shûm terjaga dari dosa. Mereka manusia biasa terkadang salah, keliru, dan berbuat dosa. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Dan orang yang membawa kebenaran Muhammad dan orang yang membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Rabbnya. Demikianlah balasan bagi orang-orang yang berbuat baik, agar Allâh menghapus perbuatan mereka yang paling buruk yang pernah mereka lakukan dan memberi pahala kepada mereka dengan yang lebih baik daripada apa yang mereka kerjakan.” [az-Zumar/3933-35]Ayat ini memberi gambaran tentang wali-wali Allâh, yaitu Allâh akan memberi pahala yang lebih baik dari amalan mereka. Ini merupakan balasan atas taubat mereka dari perbuatan dosa. Ayat ini juga menetapkan bahwa para wali Allâh selain para Nabi dan Rasul, terkadang berlaku salah dan dosa. Diantara dalil yang menguatkan bahwa para wali Allâh selain para Nabi dan Rasul yaitu para sahabat jatuh dalam kesalahan adalah terjadinya peperangan diantara mereka dan juga ijtihad-ijtihad mereka yang terkadang keliru. Dan ini sudah diketahui oleh mereka yang sering membaca perkataan-perkataan para sahabat dalam kitab-kitab fiqih dan yang lainnya.[9]Meski demikian, kita tidak boleh mencela mereka, bahkan kita dianjurkan untuk mendo’akan kebaikan untuk mereka. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka Muhajirin dan Anshar, berdoa, ’Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-ssaudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sungguh, Engkau Maha penyantun, Maha penyayang.” [al-Hasyr/5910]Para shahabat adalah orang-orang yang dijanjikan ampunan oleh Allâh Ta’ala dan dijanjikan Surga. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-Fath ayat Allâh Azza wa Jalla dalam hadits di atas, yang artinya, “Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada dengan hal-hal yang Aku wajibkan. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.”Setelah Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa memusuhi para wali-Nya berarti memerangi-Nya, selanjutnya Allâh menjelaskan sifat para wali-Nya. Allâh Azza wa Jalla juga menyebutkan apa yang dapat mendekatkan seorang hamba Allâh ialah orang-orang yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya dengan segala yang dapat mendekatkan diri mereka kepada-Nya. Sebaliknya, musuh-musuh Allâh ialah orang-orang yang dijauhkan dan terusir dari rahmat Allâh Azza wa Jalla sebagai akibat amal perbuatan Azza wa Jalla membagi para wali-Nya menjadi dua kelompok Pertama, yang mendekatkan diri dengan melaksanakan hal-hal wajib. Ini mencakup melaksanakan kewajiban dan meninggalkan yang diharamkan, sebab semuanya itu termasuk melaksanakan yang diwajibkan oleh Allâh kepada para yang mendekatkan diri dengan amalan-amalan sunat setelah amalan-amalan jelas bahwa tidak ada bisa mendekatkan kepada Allâh, menjadi wali-Nya, dan meraih kecintaan-Nya kecuali dengan menjalankan ketaatan yang disyari’atkan-Nya melalui lisan Rasul-Nya. Jika ada yang mengklaim dirinya meraih derajat wali dan dicintai Allâh Azza wa Jalla tetapi tidak jalan ini, maka jelas ia dusta. Seperti kaum musyrik yang mendekatkan diri kepada Allâh dengan cara menyembah tuhan-tuhan selain Allâh. Seperti dikisahkan Allâh Azza wa Jalla tentang mereka, yang artinya, “…Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia berkata, ”Kami tidak menyembah mereka melainkan berharap agar mereka mendekatkan kami kepada Allâh dengan sedekat-dekatnya…” [az-Zumar/393]Dan Allâh mengisahkan tentang orang-orang Yahudi dan Nashrani yang mengklaim mereka anak-anak dan kekasih[10] Allâh Azza wa Jalla , padahal mereka terus-menerus mendustakan para rasul, mengerjakan larangan-Nya serta meninggalkan kewajiban. Oleh karena itu dalam hadits di atas, Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa wali-wali Allah itu terbagi dalam dua tingkatan Pertama, tingkatan orang-orang yang mendekatkan diri dengan mengerjakan hal-hal yang wajib. Ini tingkatan al-muqtashidîn pertengahan atau golongan kanan. Mengerjakan amalan fadhu adalah amalan terbaik. Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu mengatakan, ”Sebaik-baik amal ialah menunaikan apa saja yang diwajibkan Allâh Azza wa Jalla .”’Umar bin ’Abdul ’Aziz Radhiyallahu anhuma berkata dalam khutbahnya, ”Ibadah yang paling baik ialah menunaikan ibadah-ibadah wajib dan menjauhi hal-hal yang diharamkan.”[11]Karena tujuan Allâh Azza wa Jalla mewajibkan berbagai kewajiban ini supaya para hamba bisa mendekatkan diri kepada-Nya dan agar mereka bisa meraih ridha dan rahmat Allâh Azza wa Jalla .Kedua, tingkatan orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan, yaitu orang-orang yang mendekat diri dengan ibadah-ibadah wajib kemudian bersungguh-sungguh mengerjakan ibadah-ibadah sunnah dan menjaga diri dari yang makruh dan bersikap wara’ takwa. Sikap itu menyebabkan seseorang dicintai Allâh, seperti difirmankan Allâh, “Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.”Dan barangsiapa dicintai Allâh, maka Allâh akan anugerahkan rasa cinta kepada-Nya, taat kepada-Nya, sibuk berdzikir dan berkhidmat kepada-Nya. Itu semua menyebabkannya semakin dekat dengan Allâh dan terhormat di sisi-Nya seperti difirmankan Allâh Azza wa Jalla يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌWahai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu murtad keluar dari agamanya, maka kelak Allâh mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allâh, dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela. Itulah karunia Allâh yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allâh Mahaluas pemberian-Nya, Maha Mengetahui.” [al-Mâidah/554]Dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa orang yang tidak cinta dan tidak berusaha mendekat kepada Allâh, maka Allâh tidak akan memperdulikannya dan tidak akan memberikannya anugrah yang agung ituyaitu rasa cinta. Jadi, orang yang berpaling dari Allâh, ia tidak akan mendapatkan ganti Allâh untuk dirinya sedang Allâh Azza wa Jalla mempunyai banyak pengganti meninggalkan Allâh Azza wa Jalla , maka ia tetap merugi. Bagaimana tidak, karena ia hanya mendapatkan sebagian kecil dari dunia, padahal dunia dan seisinya disisi Allâh Azza wa Jalla tidak lebih berharga dari satu helai sayap seekor itu, Allâh Azza wa Jalla menjelaskan tentang sifat-sifat orang-orang yang Dia cintai dan mereka mencintai-Nya, Allâh berfirman dalam al-Maidah/554 diatas, yang artinya,”Dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir,” maksudnya, mereka bergaul dengan kaum mukminin dengan rendah hati dan tawadhu’, dan mereka memperlakukan orang-orang kafir dengan sikap keras. Karena ketika mereka sudah mencintai Allâh, maka tentu mereka juga mencintai para wali Allâh sehingga mereka bergaul dengan para wali Allâh dengan cinta dan kasih sayang. Mereka juga membenci musuh-musuh Allâh yang memusuhi-Nya lalu memperlakukan dengan sikap keras. Allâh berfirman مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ Muhammad adalah utusan Allâh dan orang-orang yang bersama dia keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka…” [al-Fath/4829]Kesempurnaan cinta seseorang kepada Allâh dibuktikan dengan memerangi musuh-musuh Allâh Azza wa Jalla . Jihad juga merupakan wahana untuk mengajak orang-orang yang berpaling dari Allâh agar kembali setelah sebelumnya didakwahi dengan hujjah dan petunjuk. Jadi, para wali Allâh itu ingin membimbing manusia menuju pintu Allâh Azza wa Jalla . Barangsiapa tidak merespon dakwah dengan sikap lemah lembut, ia perlu diajak dengan sikap keras. Disebutkan dalam hadits,عَجِبَ اللهُ مِنْ قَوْمٍ يُقَادُوْنَ إِلَـى الْـجَنَّةِ فِـيْ السَّلَاسِلِAllâh merasa heran kepada kaum yang dituntun ke surga dalam keadaan dibelenggu.[12]Diantara sifat wali Allâh yang disebutkan dalam firman-Nya al-Maidah/554 diatas, yang artinya,“Dan yang tidak takut celaan orang-orang yang suka mencela,” maksudnya, orang-orang yang mencintai Allâh hanya menginginkan ridhai-Nya. Ia ridha kepada siapa saja yang Allah ridhai dan benci kepada siapa saja yang Dia benci. Jadi, orang yang masih takut celaan dalam mencintai pihak yang dicintainya, berarti cintanya tidak dalam firman-Nya al-Maidah/554 tersebut, Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Itulah karunia Allâh yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki.” Karunia maksudnya ialah derajat kewalian dengan sifat-sifat yang telah YANG PALING BISA MENDEKATKAN KEPADA ALLAH Ibadah-ibadah wajib dan sunnah yang paling mendekatkan kepada Allâh Azza wa Jalla ialah mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allâh Azza wa Jalla , mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa, sedekah dan lain sebagainya termasuk banyak membaca al-Qur’ân, mendengarkannya, merenungkannya serta berusaha memahaminya. Khabbâb bin al-Art Radhiyallahu anhu mengatakan, ”Mendekatlah kepada Allâh sesuai dengan kemampuanmu. Ketahuilah, engkau tidak dapat mendekat kepada-Nya dengan sesuatu yang lebih Dia cintai daripada firman-Nya al-Qur’ân.”[13]Bagi orang yang mencintai Allâh Azza wa Jalla tidak ada yang lebih manis daripada membaca al-Qur’ân. Utsmân bin ’Affân Radhiyallahu anhhu berkata, ”Jika hati kalian bersih, kalian tidak akan pernah kenyang dengan firman Rabb kalian.”Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, ”Barangsiapa mencintai al-Qur’ân berarti ia mencintai Allâh dan Rasul-Nya.”[14]Ibadah sunnah lainnya yang dapat mendekatkan kepada Allâh ialah banyak berdzikir dengan hati dan lisan. Dan diantara ibadah-ibadah sunnah lainnya yang lebih mendekatkan kepada Allâh ialah mencintai para wali Allâh dan orang-orang yang dicintai-Nya dan memusuhi para musuh-Nya karena-Nya.[15]Firman Allâh Azza wa Jalla dalam hadits di atas, yang artinya, “Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.”Maksudnya, barangsiapa bersungguh-sungguh dalam mendekat kepada Allâh Azza wa Jalla dengan ibadah-ibadah wajib lalu ibadah-ibadah sunnah, maka Allâh akan mendekatkannya kepada-Nya dan menaikkan derajatnya dari tingkatan iman ke tingkatan ihsân. Karenanya, ia menjadi hamba yang beribadah kepada Allâh dengan merasa selalu diawasi Allâh sehingga hatinya penuh dengan ma’rifat pengenalan kepada Allâh, cinta kepada-Nya, takut kepada-Nya, malu kepada-Nya, mengagungkan-Nya, merasa tenang dengan-Nya dan rindu hati dipenuhi dengan pengagungan kepada Allâh, maka yang lainnya akan lenyap dari hati tersebut serta ia tidak lagi punya keinginan kecuali yang diinginkan Rabb-nya. Saat itulah, seorang hamba tidak bicara kecuali dengan dzikir kepada Allâh dan tidak bergerak kecuali dengan perintah-Nya. Jika ia bicara, ia bicara dengan bimbingan Allâh. Jika ia mendengar, ia mendengar dengan bimbingan-Nya. Jika ia melihat, ia melihat dengan bimbingan-Nya. Jika ia berbuat, ia berbuat dengan-Nya. Itulah yang dimaksud dengan firman Allâh Ta’ala, ” Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.”Barangsiapa menafsirkan dan mengisyaratkan hadits di atas dengan hulul menitisnya Allâh kepada makhluk atau ittihad manunggaling kawula gusti atau ajaran lain maka ia telah sesat dan menyesatkan dan ia telah mengisyaratkan kepada ini iermasuk salah satu rahasia tauhid, karena kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH maknanya seseorang hamba tidak menuhankan selain Allâh dalam cinta, harapan, takut dan taat. Jika hati sudah penuh dengan tauhid yang sempurna, maka tidak ada lagi kecintaan untuk mencintai apa yang tidak dicintai Allâh atau kebencian untuk membenci apa yang tidak dibenci Allâh. Barangsiapa hatinya seperti ini, maka organ tubuhnya tidak akan bergerak kecuali dalam ketaatan kepada Allâh dan ia tidak mempunyai keinginan kecuali di jalan Allâh dan pada sesuatu bisa mendatangkan ridha-Nya.[16]Firman Allâh Azza wa Jalla dalam hadits di atas, yang artinya, “Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya.”Ini menunjukkan bahwa orang yang dicintai Allâh dan didekatkan kepada-Nya memiliki kedudukan khusus di sisi Allâh Azza wa Jalla sehingga jika ia meminta sesuatu kepada Allâh Azza wa Jalla , Allâh memberikan apa yang diminta; Jika ia memohon perlindungan kepada-Nya maka Allâh Azza wa Jalla akan melindunginya; Dan jika ia berdo’a maka Dia mengabulkan do’anya. Dan kisah-kisah tentang orang yang do’anya mustajab banyak kita temukan dalam kisah-kisah generasi Salaf. Diantaranya Dikisahkan bahwa ar-Rubayyi’ binti an-Nadhr memecahkan gigi depan seorang wanita kemudian kabilah ar-Rubayyi’ binti an-Nadhr menawarkan diyat kepada kabilah wanita tersebut, namun ditolak. Kabilah ar-Rubayyi’ binti an-Nadhr meminta maaf kepada kabilah wanita tersebut, lagi-lagi kabilah wanita tersebut menolak. Akhirnya Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam memutuskan qishash. Anas bin an-Nadhr Radhiyallahu anhu berkata, “Apakah gigi depan ar-Rubayyi’ akan dipecahkan, wahai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ? Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, gigi depannya tidak akan dipecakan.” Akhirnya, kabilah wanita itu ridha dan mengambil diyat kemudian Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللهِ مَنْ لَـوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ di antara hamba-hamba Allâh terdapat orang yang jika bersumpah kepada Allâh, maka Allâh pasti melaksanakan sumpahnya[17] Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu adalah orang yang do’anya mustajab. Suatu hari, ada seseorang membuat cerita bohong yang memojokkan Sa’ad Radhiyallahu anhu . Kemudian Sa’ad Radhiyallahu anhu berdo’a, ”Ya Allâh, jika orang tersebut bohong, panjangkanlah usianya dan hadapkanlah fitnah-fitnah padanya.” Akhirnya orang itu tertimpa apa yang dido’akan Sa’ad Radhiyallahu anhu . Ia mengganggu budak-budak wanita di jalan sambil berkata, ”Aku orang lanjut usia, tertimpa fitnah dan aku terkena do’a Sa’ad.”[18]Seorang wanita bertengkar dengan Sa’îd bin Zaid Radhiyallahu anhu di lahan Sa’îd bin Zaid. Wanita tersebut menuduh Sa’id bin Zaid Radhiyallahu anhu merebut lahan tersebut darinya. Kemudian Sa’id bin Zaid Radhiyallahu anhu berkata, ”Ya Allâh, jika wanita itu bohong, butakanlah matanya dan bunuh dia di lahannya.” Ternyata, wanita tersebut buta. Dan suatu malam, ketika ia berjalan di lahannya, ia terjatuh di sumur kemudian meninggal.[19]al-Ala’ bin al-Hadhrami Radhiyallahu anhu berada dalam salah satu detasemen kemudian anggota detasemen tersebut kehausan. Kemudian al-Ala’ bin al-Hadhrami Radhiyallahu anhu shalat lalu berdo’a, ”Ya Allâh, wahai Dzat Yang Maha Mengetahui, wahai Dzat Yang Maha Pemurah, wahai Dzat Mahatinggi, dan wahai Dzat Yang Mahaagung, sesungguhnya kami hamba-hamba-Mu dan berada di jalan-Mu, kami memerangi musuh-Mu, karenanya, berikanlah kepada kami air hingga kami bisa minum dan berwudhu’ dan janganlah Engkau berikan air itu sedikit pun kepada siapa pun selain kami.” Lalu detasemen itu jalan sebentar kemudian menemukan sungai dari air hujan lalu mereka meminumnya dan mengisi wadah-wadah mereka hingga penuh. Setelah itu, mereka berangkat lalu salah seorang dari sahabat-sahabat al-Ala’ bin al-Hadhrami Radhiyallahu anhu kembali ke sungai tersebut, namun ia tidak melihat apa-apa di dalamnya dan seakan di tempat itu tidak pernah ada air.[20]Kisah-kisah seperti di atas sangat banyak dan panjang sekali kalau disebutkan semuanya. Sebagian besar generasi salaf yang doanya dikabulkan tetap bersabar atas musibah, memilih pahalanya, dan mengharapkan ganjaran dari musibah Allâh Azza wa Jalla dalam hadits di atas, yang artinya, “Aku tidak pernah ragu-ragu terhadap sesuatu yang Aku kerjakan seperti keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa orang mukmin. Ia benci kematian dan Aku tidak suka menyusahkannya.”Maksudnya, Allâh Azza wa Jalla telah menentukan kematian bagi hamba-hamba-Nya seperti yang Dia firmankan dalam Surat Ali Imran/3185. Saat akan meninggal, seseorang akan merasakan sakit yang luar biasa bahkan sakit yang paling pedih.’Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata kepada Ka’ab Radhiyallahu anhu , ”Jelaskan kepadaku tentang kematian!” Ka’ab Radhiyallahu anhu berkata, ”Wahai Amîrul Mukminîn, kematian itu ibarat pohon besar dan banyak durinya yang masuk ke kerongkongan seorang manusia, sehingga duri-duri itu menancap pada urat-uratnya, kemudian pohon itu ditarik keluar oleh orang yang kuat. Tercabutlah apa yang tercabut, dan tertinggal apa yang tertinggal.” Kemudian ’Umar Radhiyallahu anhu menangis.[21]Ketika ’Amr bin al-’Ash Radhiyallahu anhu hendak meninggal, anaknya bertanya tentang ciri-ciri kematian. ’Amr bin al-’Ash Radhiyallahu anhu menjawab, ”Demi Allâh, kedua lambungku seakan berada di suatu tempat, aku seperti bernafas dari lubang jarum, dan seakan ada ranting berduri ditarik dari kedua kakiku hingga kepalaku.”[22]Ketika kematian sangat menyakitkan seperti itu, padahal Allâh telah menetapkannya untuk seluruh hamba-Nya dan itu mesti terjadi sementara Allâh Mahatinggi juga tidak suka menyakiti orang mukmin, oleh karena itu Allâh menamakan hal ini sebagai keragu-raguan terkait dengan orang Mukmin. Sedangkan para nabi, mereka tidak meninggal sehingga mereka diberi hak Shallallahu alaihi wa sallam bersabda …وَلَـكِنَّ الْـمُؤْمِنَ إِذَا حَضَرَهُ الْـمَوْتُ ، بُشِّرَ بِرِضْوَانِ اللَّـهِ وَكَرَامَتِهِ ، فَلَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِـمَّـا أَمَامَهُ ، فَأَحَبَّ لِقَاءَ اللَّـهِ وَأَحَبَّ اللَّـهُ لِقَاءَهُ…Akan tetapi seorang mukmin apabila didatangi kematian maka ia diberi kabar gembira tentang keridhaan Allâh dan kemuliaan-Nya. Karenanya, tidak ada sesuatu yang lebih ia sukai daripada apa yang ada di depannya. Ia merasa senang bertemu Allâh dan Allâh pun senang bertemu dengannya.[23]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan makna at-taraddud ragu-ragu dalam hadits di muka, “Ini adalah hadits yang paling mulia yang menjelaskan sifat-sifat para wali Allâh. Sekelompok orang menolak hadits ini dan mengatakan bahwa Allâh Azza wa Jalla tidak boleh dinyatakan memiliki sifat ragu. karena orang yang ragu adalah orang yang tidak mengetahui akibat dari sebuah perkara. Sedangkan Allâh Mahamengetahui akibat dari semua perkara. Bahkan mungkin sebagian dari mereka Ahli kalam mengatakan bahwa Allâh berbuat dengan perlakuan yang penuh keraguan!Penjelasan yang sebenarnya adalah, sabda Rasûlullâh adalah benar dan tidak ada yang lebih mengetahui tentang Allâh, lebih sayang terhadap umat, lebih fasih dan lebih gamblang penjelasannya dibandingkan Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam . Kalau begitu, maka orang yang mengingkarinya termasuk orang yang paling sesat, paling bodoh dan paling buruk akhlaknya. Orang seperti itu wajib diberi pelajaran dan dihukum sebagai ta’zîr peringatan supaya jera. Yang wajib diperhatikan, bahwa kita wajib menjaga sabda Rasûlullâh dari sangkaan batil dan keyakinan yang tetapi orang yang ragu-ragu diantara kita, meskipun keragu-raguannya dikarenakan dia mengetahui akibat dari sebuah perkara, maka tidak bisa kita samakan sebuah sifat yang khusus bagi Allâh dengan sifat salah seorang dari kita, karena tidak ada sesuatu pun yang sama dengan Allâh. Kemudian, ini juga bathil, karena keraguan seseorang terkadang disebabkan ketidaktahuannya terhadap akibat dari sesuatu, dan terkadang juga karena dua perbuatan tersebut yakni melakukan atau meninggalkan mengandung maslahat dan mafsadat. Dia ingin melakukannya karena ada maslahatnya dan pada saat yang sama dia tidak mau melakukannya karena ada mafsadat bahayanya. Disini dia ragu bukan karena dia tidak tahu tentang sesuatu yang dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi yang seperti ini sama dengan keinginan orang sakit untuk minum obat yang tidak ia sukai. Bahkan, semua amal shaleh yang diinginkan seorang hamba tapi tidak disukai oleh jiwa termasuk dalam bab ini. Dalam sebuah hadits Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ، وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِSurga dikelilingi oleh perkara-perkara yang dibenci dan Neraka dikelilingi oleh syahwat[24]Dan juga firman-Nya, yang artinya, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu…” [al-Baqarah/2216]Dari penjelasan di atas maka makna at-taraddud keragu-raguan yang disebutkan dalam hadits menjadi jelas bagi kita. Karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi diatas, “Hambaku tiada henti-hentinya mendekat kepadaKu dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.” Sesungguhnya orang yang seperti ini keadaannya, ia akan dicintai oleh Allâh dan dia cinta kepada Allâh. Ia akan mendekatkan diri kepada Allâh dengan mengerjakan amalan wajib dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan amalan sunnah yang Allâh cintai berikut pelakunya. Hamba itu telah mengerjakan apa-apa yang dicintai oleh Allah dengan segenap kemampuannya, maka Allâh akan mencintainya karena pekerjaan hamba-Nya dari dua sisi dengan keinginan yang sama, dimana seseorang itu mencintai apa-apa yang dicintai oleh orang yang dia cintai, dan membenci apa-apa yang dibenci. Allâh juga benci terhadap kejelekan yang menimpa hamba-Nya. Maka, konsekuensinya Allâh membenci kematian agar bertambah kecintaan-Nya terhadap Azza wa Jalla telah menetapkan kematian, dan semua yang Allâh tetapkan itu atas keinginan-Nya dan pasti terjadi. Allâh menginginkan kematian hamba-Nya sebagaimana yang Dia sudah takdirkan. Namun Allâh juga tidak mau menyusahkan hamba-Nya dengan kematian. Sehingga, dari satu sisi, kematian itu adalah suatu yang dikehendaki tapi disisi lain ia tidak disukai. Inilah hakikat at-taraddud keraguan itu yaitu mengiinginkan sesuatu dari satu sisi dan membenci sesuatu itu dari sisi yang lain, meskipun akhirnya harus memilih satu dari dua sisi tersebut. Sebagaimana Allâh Azza wa Jalla memilih untuk menguatkan keinginan untuk mematikan hamba-Nya yang mukmin meski dibarengi dengan rasa tidak ingin menyusahkan hamba-Nya. Dan keinginan Allâh Azza wa Jalla untuk mematikan hamba-Nya yang mukmin yang dicintai-Nya dan tidak ingin disakiti jelas tidak sama dengan keinginan Allâh untuk mematikan orang kafir yang dibenci-Nya dan ingin disakiti.[25]FAWAA-ID HADITSMengerjakan yang wajib lebih didahulukan daripada yang yang wajib lebih utama dari amal yang sunnah dapat menutupi kekurangan amal antara sebab mendapatkan cinta Allâh adalah melaksanakan amalan wajib dan sifat mahabbah cinta bagi Allâh adalah orang yang beriman dan bertakwa, yang melaksanakan amalan wajib dan sunnah, serta meninggalkan yang diharamkan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya n .Ancaman bagi orang yang memusuhi para wali yang memusuhi wali-wali Allâh, dengan mengolok, mengganggu, menyiksa, menyakiti atau membenci mereka, dia akan mendapat siksa di dunia dan hamba –betapapun tinggi derajatnya-, dia tidak boleh berhenti berdo’a, memohon kepada Allâh, karena yang demikian lebih menampakkan kehinaan dan kerendahan kepada diri kepada Allâh Azza wa Jalla dengan amalan wajib dan sunnah sebagai sebab terkabulkannya do’a, dijaga dan dilindungi oleh Allâh Azza wa Jalla .Di antara para wali Allâh, ada yang diberi karamah kemuliaan dengan do’anya mustajab, dijaga, dilindungi oleh Allâh Azza wa Jalla dan karamah hadits ini tidak ada sedikitpun dalil atau hujjah bagi kelompok sesat yang berpendapat bahwa Allâh menyatu dalam diri kenabian dan kerasulan lebih tinggi di sisi Allâh daripada derajat adalah sesuatu yang pasti. Semua yang bernyawa pasti wajib menetapkan semua nama-nama dan sifat-sifat Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Semua nama-nama dan sifat-sifat Allâh itu tidak sama dengan nama dan sifat makhluk-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia yang Maha Mendengar, Maha Melihat.” [asy-Syûra/4211].Allâh Azza wa Jalla telah menetapkan kematian wali-Nya dan itu pasti terjadi, meskipun demikian Allâh Azza wa Jalla juga tidak ingin menyusahkan wali-Nya. Inilah yang dinamakan Karîm dan Imam Abu an-Nasa’ Ibni Hibbân at-Ta’lîqâtul Hisân.Mu’jamul Kabîr lith Auliyâ’Thabaqaat Ibni Sa’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Uluum wal Hikam, karya Ibnu Rajab al-Hanbali. Tahqiq Syu’aib al-Arnauth dan Ibrahim al-Ahaadiits al-Jaami’ al-Arba’iin an-Nawawiyyah, Syaikh Syarh Arba’ wa Fawaa-id minal Arba’iin Naazhiriin Syarah Riyaadus baina Auliyaa-ir Rahmaan wa Auliyaa-is Syaithaan, tahqiq Syaikh Salim al-Hilaly.[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1] Majmû’ Fatâwâ, X/58-59. [2] Lihat Fat-hul Bâri XI/345 karya al-Hâfizh Ibnu Hajar al-Asqalani. [3] Lihat QS. al-Baqarah/2278-279. [4] Lihat QS. al-Mâidah/533. [5] Diringkas dari Jâmi’ul ’Ulûm wal Hikam II/334-335. [6] Shahih HR. Ahmad V/235, Ibnu Hibbân no. 646 –at-Ta’lîqâtul Hisân dan no. 2504 –Shahîhul Mawârid, ath-Thabarani XX/no. 241, 242, dan lainnya dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu. Dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahih al-Jami’ish Shagîr no. 2012. [7] Fathul Bâri XI/342. [8] al-Furqân Baina Auliyâ’ir Rahmân wa Auliyâ’is Syaithân hlm. 65-66, tahqiq Syaikh Salim al-Hilaly. [9] Qowâ’id wa Fawâ-id minal Arba’în an-Nawawiyah hlm. 334-336. [10] Lihat QS. al-Mâidah/518 [11] Diringkas dari Jâmi’ul ’Ulûm wal Hikam II/336. [12] Shahih HR. Bukhâri no. 3010, Ahmad II/302, Abu Dâwud no. 2677, dan Ibnu Hibbân no. 134 –at-Ta’lîqâtul Hisân. [13] HR. al-Hâkim II/441 dan beliau t menshahihkannya serta disepakati adz-Dzahabi rahimahullah . [14] HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabîr no. 8657. [15] Diringkas dan ditambah dari Jâmi’ul ’Ulûm wal Hikam II/335-344. [16] Diringkas dari Jâmi’ul ’Ulûm wal Hikam II/345-348. [17] Shahih HR. Bukhâri no. 2703, Muslim no. 1675, Abu Dâwud no. 4595, an-Nasâ’i VIII/28, Ibnu Mâjah no. 2649, dan Ibnu Hibbân no. 6457 –at-Ta’lîqâtul Hisân, dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu . [18] HR. Bukhâri no. 755, dari Jâbir bin Samurah Radhiyallahu anhu . [19] HR. Muslim no. 1610 139. [20] HR. Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’ I/38, no. 12. [21] Hilyatul Auliyâ’ V/401, no. 7514 [22] Thabaqât Ibni Sa’ad III/186 [23] Shahih HR. Bukhâri no. 6507, dari Aisyah Radhiyallahu anha. [24] Shahih HR. Ahmad III/153, Muslim no. 2822, Tirmidzi no. 2559, dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu . [25] Majmuu’ Fataawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah XVIII/129-131. Lihat juga Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah IV/191-192. Ayat alquran tentang kematian – Setiap manusia pasti akan merasakan yang namanya kematian, saat di mana nyawa seseorang terlepas dari raganya. Kematian merupakan salah satu rahasia Allah SWT yang tak seorang pun tahu kapan datangnya. Bila saatnya telah tiba, tak ada yang bisa menolaknya atau sekedar minta ditangguhkan barang sesaat pun. Manusia hanya dianjurkan untuk sering mengingat mati agar kehidupannya lebih terarah dan diisi dengan banyak melakukan amal saleh sebagai bekal menuju alam akhirat. Dalam sebuah hadis, Rasulullah berpesan, “Perbanyaklah kalian dalam mengingat penghancur segala kelezatan dunia, yaitu kematian.” HR at-Tirmidzi. Sayangnya, kenikmatan dan gemerlap dunia seringkali melalaikan manusia dari mengingat mati. Mereka tergoda dengan kenikmatan duniawi sehingga menjalani hidupnya hanya untuk menuruti segala hawa nafsu dan membawanya semakin jauh dari tujuan diciptakannya, yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT. Banyak manusia yang tidak sadar bahwa setiap waktu yang berlalu dari hidupnya adalah langkah yang pasti menuju ketetapan Allah, yaitu kematian. Karena sesungguhnya manusia adalah kumpulan hari-hari, yang akan terus berkurang seiring berjalannya waktu hingga sampai pada batas usianya. Setiap manusia yang hidup di dunia pada hakikatnya sedang mengantri, menunggu giliran datangnya ajal. Baca juga Kata mutiaara islami tentang kematian penuh nasehat Kumpulan Dalil Ayat Alquran Tentang Kematian Dalam Alquran, banyak sekali ayat-ayat yang berbicara tentang kematian yang tersebar di berbagai surat. Berikut ini beberapa ayat alquran tentang kematian yang memuat nasehat dan peringatan bahwa kematian adalah kepastian yang tak terelakkan. Ayat tentang kematian 1 كُلÙُ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ * وَيَبْقَى وَجْهُ رَبÙِكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ Semua yang ada di bumi itu akan binasa 26. Dan tetaplah kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan 27. – Ar-Rahman 26-27 Ayat tentang kematian 2 الÙَذِي ØÙŽÙ„ÙŽÙ‚ÙŽ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ Ø£ÙŽÙŠÙُكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ Allah lah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. – Al-Mulk 2 Ayat tentang kematian 3 أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيÙَدَةٍ وَإِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِ اللÙَهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيÙِئَةٌ يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِكَ قُلْ كُلÙÙŒ مِنْ عِنْدِ اللÙَهِ فَمَالِ هَؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيØÙ‹Ø§ Di mana saja kamu berada, kematian pasti akan mendapatkanmu, meskipun kamu berlindung di dalam benteng yang tinggi nan kokoh. Dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka berkata “Ini datangnya dari sisi Allah”, sementara ketika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka berkata “Ini datangnya dari sisi kamu Muhammad”. Katakanlah “Semuanya itu datangnya dari sisi Allah”. Maka mengapa mereka itu orang-orang munafik hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?. – An-Nisa 78 Ayat tentang kematian 4 وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْØÙÙ„ْدَ أَفَإِنْ مِتÙÙŽ فَهُمُ الْØÙŽØ§Ù„ِدُونَ Kami tidak menjadikan hidup kekal bagi seorang manusiapun sebelum kamu. Maka jika kamu mati, apakah mereka akan kekal?. – Al-Anbiya 34 Ayat tentang kematian 5 كُلÙُ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشÙَرÙِ وَالْØÙŽÙŠÙ’رِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan serta kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan. – Al-Anbiya 35 Ayat tentang kematian 6 وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتÙÙŽÙ‰ إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفÙَتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرÙِØÙÙˆÙ†ÙŽ Dan Dialah Allah yang memiliki kekuasaan tertinggi di atas hamba-hamba-Nya. Dan Dia mengutus para malaikat penjaga kepadamu, sehingga apabila kematian mendatangi salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami. Dan mereka para malaikat itu tidak pernah melalaikan kewajibannya. – Al-An’am 61 Ayat tentang kematian 7 وَمَنْ أَظْلَمُ مِمÙَنِ افْتَرَى عَلَى اللÙَهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِيَ إِلَيÙÙŽ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَنْ قَالَ سَأُنْزِلُ مِØÙ’Ù„ÙŽ مَا أَنْزَلَ اللÙَهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظÙَالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِØÙÙˆ أَيْدِيهِمْ Ø£ÙŽØÙ’رِجُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللÙَهِ غَيْرَ الْحَقÙِ وَكُنْتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau orang yang berkata “Telah diwahyukan kepadaku”, padahal tidak ada sesuatupun yang diwahyukan kepadanya, dan orang yang berkata “Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah”. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu menyaksikan saat orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, sambil berkata “Keluarkanlah nyawamu”. Pada hari ini, kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena dulu kamu selalu mengatakan perkataan yang tidak benar terhadap Allah dan selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. – Al-An’am 93 Ayat tentang kematian 8 وَلَوْ تَرَى إِذْ يَتَوَفÙÙŽÙ‰ الÙَذِينَ كَفَرُوا الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ Seandainya kamu melihat ketika para malaikat mencabut nyawa orang-orang yang kafir, para malaikat memukuli mereka dari bagian depan dan belakang seraya berkata “Rasakanlah siksaan api neraka yang membakar”, tentulah kamu akan merasa ngeri. – Al-Anfal 50 Ayat tentang kematian 9 قُلْ يَتَوَفÙَاكُمْ مَلَكُ الْمَوْتِ الÙَذِي وُكÙِلَ بِكُمْ ØÙÙ…ÙÙŽ إِلَى رَبÙِكُمْ تُرْجَعُونَ Katakanlah “Malaikat maut yang diserahi untuk mencabut nyawamu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan”. – As-Sajdah 11 Ayat tentang kematian 10 اللÙَهُ يَتَوَفÙÙŽÙ‰ الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالÙَتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الÙَتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُØÙ’رَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمÙًى إِنÙÙŽ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكÙَرُونَ Allah menggenggam jiwa seseorang ketika matinya dan menggenggam jiwa seseorang yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia menahan jiwa seseorang yang ajal kematiannya telah tiba dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. – Az-Zumar 42 Ayat tentang kematian 11 وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقÙِ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah perkara yang kamu selalu lari daripadanya. – Qaf 19 Ayat tentang kematian 12 فَلَوْلَا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ * وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ * وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لَا تُبْصِرُونَ * فَلَوْلَا إِنْ كُنْتُمْ غَيْرَ مَدِينِينَ * تَرْجِعُونَهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ Maka mengapa ketika nyawa salah seorang di antara kalian telah sampai di kerongkongan 83, Padahal ketika itu kamu sendiri menyaksikan 84, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu, namun kamu tidak melihat 85, Maka mengapa jika kamu tidak tunduk kepada Allah 86, tidak kamu kembalikan saja nyawa itu pada tempatnya jika kamu memang orang-orang yang benar? 87. – Al-Waqiah 83-87 Ayat tentang kematian 13 ÙƒÙŽÙ„Ùَا إِذَا بَلَغَتِ التÙَرَاقِيَ * وَقِيلَ مَنْ رَاقٍ * وَظَنÙÙŽ Ø£ÙŽÙ†Ùَهُ الْفِرَاقُ * وَالْتَفÙَتِ السÙَاقُ بِالسÙَاقِ * إِلَى رَبÙِكَ يَوْمَئِذٍ الْمَسَاقُ Sekali-kali tidak. Apabila nafas seseorang telah sampai ke kerongkongan 26, dan dikatakan kepadanya “Siapakah yang bisa menyembuhkan?” 27, dan orang yang tengah sekarat itu meyakini bahwa sesungguhnya itu adalah waktu perpisahannya dengan dunia 28, dan bertautlah betis dengan betis lainnya saat ruh dicabut 29, kepada Tuhanmulah pada hari itu kamu akan digiring 30. – Al-Qiyamah 26-30 Ayat tentang kematian 14 إِنÙÙŽ اللÙÙŽÙ‡ÙŽ عِنْدَهُ عِلْمُ السÙَاعَةِ وَيُنَزÙِلُ الْغَيْØÙŽ ÙˆÙŽÙŠÙŽØ¹Ù’Ù„ÙŽÙ…Ù مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيÙِ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنÙÙŽ اللÙÙŽÙ‡ÙŽ عَلِيمٌ ØÙŽØ¨ÙÙŠØ±ÙŒ Sesungguhnya, hanya di sisi Allah sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat. Dialah Yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di belahan bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. – Luqman 34 Ayat tentang kematian 15 وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلÙَا بِإِذْنِ اللÙَهِ كِتَابًا مُؤَجÙَلًا وَمَنْ يُرِدْ ØÙŽÙˆÙŽØ§Ø¨ÙŽ Ø§Ù„Ø¯Ùُنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ØÙŽÙˆÙŽØ§Ø¨ÙŽ Ø§Ù„Ù’Ø¢ØÙØ±ÙŽØ©Ù نُؤْتِهِ مِنْهَا وَسَنَجْزِي الشÙَاكِرِينَ Setiap yang bernyawa tidak akan mati melainkan atas izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan pahala dunia itu kepadanya, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, niscaya Kami berikan pula pahala akhirat itu kepadanya. Dan kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur. – Ali Imran 145 Ayat tentang kematian 16 وَلَا تَحْسَبَنÙÙŽ الÙَذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللÙَهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبÙِهِمْ يُرْزَقُونَ Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapatkan rezeki. – Ali Imran 169 Ayat tentang kematian 17 كُلÙُ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنÙَمَا تُوَفÙَوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النÙَارِ وَأُدْØÙÙ„ÙŽ الْجَنÙَةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدÙُنْيَا إِلÙَا مَتَاعُ الْغُرُورِ Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan sesungguhnya hanya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari siksa neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. – Ali Imran 185 Ayat tentang kematian 18 وَلِكُلÙِ أُمÙَةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْØÙØ±ÙÙˆÙ†ÙŽ Ø³ÙŽØ§Ø¹ÙŽØ©Ù‹ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ Tiap-tiap umat memiliki batas waktu. Maka ketika waktu itu telah tiba, mereka tidak dapat memundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat pula memajukannya. – Al-A’raf 34 Ayat tentang kematian 19 قُلْ إِنÙÙŽ الْمَوْتَ الÙَذِي تَفِرÙُونَ مِنْهُ فَإِنÙَهُ مُلَاقِيكُمْ ØÙÙ…ÙÙŽ تُرَدÙُونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشÙَهَادَةِ فَيُنَبÙِئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ Katakanlah “Sesungguhnya kematian yang kamu hindari itu, maka sesungguhnya kematian itu pasti akan menemui kamu. Kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah, yang maha mengetahui perkara yang ghaib dan yang nyata. Lalu Dia akan memberitahukan segala apa yang telah kamu kerjakan”. – Al-Jumuah 8 Ayat tentang kematian 20 وَلَنْ يُؤَØÙِرَ اللÙَهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللÙَهُ ØÙŽØ¨ÙÙŠØ±ÙŒ بِمَا تَعْمَلُونَ Dan Allah sekali-kali tidak akan pernah menangguhkan kematian seseorang apabila telah tiba waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan. – Al-Munafiqun 11 Ayat tentang kematian 21 وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللÙَهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَكِنْ لَا تَشْعُرُونَ Dan janganlah kamu mengatakan tentang orang-orang yang gugur di jalan Allah, bahwa mereka itu mati. Bahkan sebenarnya mereka itu hidup, hanya saja kamu tidak menyadarinya. – Al-Baqarah 154 Ayat tentang kematian 22 وَلَنَبْلُوَنÙَكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْØÙŽÙˆÙ’فِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالØÙَمَرَاتِ وَبَشÙِرِ الصÙَابِرِينَ Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar. – Al-Baqarah 155 Ayat tentang kematian 23 الÙَذِينَ تَتَوَفÙَاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ØÙŽÙŠÙِبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْØÙÙ„ُوا الْجَنÙَةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ Yaitu orang-orang yang diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik. Para malaikat itu berkata kepada mereka “Salaamun alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan”. – An-Nahl 32 Baca juga Kata mutiara islami tentang usia Begitu banyak ayat alquran tentang kematian yang mengingatkan kita bahwa kematian adalah kepastian yang tidak bisa dihindari. Semoga beberapa ayat alquran tentang kematian di atas menjadi nasehat bagi kita untuk selalu mengingat mati dan menyadari bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah persinggahan sementara. وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱلَّذِينَ قُتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أَمْوَٰتًۢا ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ Arab-Latin Wa lā taḥsabannallażīna qutilụ fī sabīlillāhi amwātā, bal aḥyā`un 'inda rabbihim yurzaqụnArtinya Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Ali 'Imran 168 ✵ Ali 'Imran 170 »Mau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarangTafsir Berharga Tentang Surat Ali Imran Ayat 169 Paragraf di atas merupakan Surat Ali Imran Ayat 169 dengan text arab, latin dan terjemah artinya. Ada beragam tafsir berharga dari ayat ini. Terdapat beragam penjabaran dari banyak mufassirun berkaitan kandungan surat Ali Imran ayat 169, antara lain sebagaimana terlampir📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi ArabiaDan jangan sekali-kali kamu wahai nabi,menyangka bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati,yang tidak merasakan sesuatupun. Justru sebaliknya,mereka itu hidup dalam kehidupan alam barzakh dalam perlindungan tuhan mereka yang mereka itu berjihad karenaNYA dan mereka mati di jalanNYA, kaakan mengalir bagi mereka rezeki dari surga, dan mereka dilimpahi kenikmatan.📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid Imam Masjidil Haram169. Janganlah kamu -wahai Nabi- mengira bahwa orang-orang yang terbunuh dalam berjihad di jalan Allah itu mati. Sesungguhnya mereka itu hidup secara khusus di sisi Rabb mereka di tempat kehormatan-Nya. Mereka diberi rezeki dari beragam kenikmatan yang hanya diketahui oleh Allah.📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah169-170. Allah memberi kabar gembira kepada Rasulullah dan orang-orang beriman tentang nasib orang-orang yang mati syahid dan kedudukan mereka di sisi Allah “Janganlah kalian mengira orang-orang yang terbunuh di jalan Allah pada perang Uhud itu adalah orang-orang mati yang tidak dapat merasakan apapun; mereka hidup dalam kedudukan yang mulia di sisi tuhan mereka, mereka bahagia karena mendapatkan karunia yang banyak dari Allah.” Mereka memberi kabar gembira kepada saudara-saudara mereka mujahid yang masih hidup di dunia tentang kebaikan yang menunggu mereka di akhirat, mereka tidak akan takut terhadap apa yang mereka dapatkan di akhirat, dan tidak akan bersedih atas kenikmatan dunia yang meninggalkan dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah169. وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا۟ Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur Yakni dari golongan orang-orang beriman yang gugur di perang Uhud, dan bergitu pula bagi yang gugur dipeperangan lainnya. فِى سَبِيلِ اللهِ di jalan Allah Yakni untuk meninggikan kalimat Allah dan untuk menolong agama-Nya. أَمْوٰتًۢا ۚ mati Yakni janganlah kalian kira bahwa orang yang gugur secara syahid itu mati. بَلْ أَحْيَآءٌbahkan mereka itu hidup Yakni dengan kehidupan yang sebenarnya. Disebutkan bahwa ruh mereka berada di dalam perut burung hijau. Dan mereka didalam surga mendapat rezeki dan menikmati makanan, dan itu bukanlah hal yang tidak mungkin karena dalam pandangan kita mereka mati namun mereka hidup di kehidupan barzakh yang merupakan sesuatu yang ghaib. عِندَ رَبِّهِمْ disisi Tuhannya Yakni di dekat-Nya dalam negeri kemuliaan. يُرْزَقُونَ dengan mendapat rezeki Yakni mereka mendapat rezeki dari Allah berupa makanan dan minuman.📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah169. Wahai Nabi dan setiap orang yang mendengar, jangan sampai kamu mengira bahwa orang-orang yang mati syahid di perang Uhud dan perang lainnya itu mati, melainkan mereka itu hidup di alam khusus, yang mana tidak ada yang mengetahui kehidupan di alam itu kecuali Allah SWT. Hal ini disebutkan dalam hadits bahwa ruh para syuhada berada di atas sungai yang berkilau di pintu surga di kubah berwarna hijau. Sesungguhnya mereka di surga itu diberi rejeki dan makan. Nabi mengabarkan hal itu untuk para syuhada Uhud, lalu Allah menurunkan ayat ini {Wa laa tahsabanna ladziina qutiluu …}📚 Tafsir Ash-Shaghir / Fayiz bin Sayyaf As-Sariih, dimuraja’ah oleh Syaikh Prof. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz al-Awaji, professor tafsir Univ Islam MadinahJangan sekali-kali kamu mengira} jangan sekali-kali kamu berprasangka {bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Sebenarnya, mereka itu hidup dan di sisi Tuhannya, mereka itu diberi rejekiMau dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H169. Ayat-ayat yang mulia ini mengandung penjelasan tentang keutamaan para syuhada dan karamah mereka, dan segala kebaikan yang dikaruniakan oleh Allah buat mereka berupa anugerah dan kebaikanNya. Termasuk di dalamnya adalah hiburan bagi orang-orang yang masih hidup karena ditinggal mati saudara mereka, belasungkawa bagi mereka dan memberikan semangat bagi mereka untuk berperang di jalan Allah dan mencari mati syahid. “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah,” maksudnya, dalam memerangi musuh-musuh agama dengan tujuan meninggikan kalimat Allah, “mati.” Maksudnya, janganlah sampai terlintas di benak kalian dan dalam perhitungan kalian bahwa mereka itu mati dan lenyap, serta hilang dari mereka kenikmatan hidup dunia dan menikmati bunga-bunganya, namun yang seharusnya dikhawatirkan hilang adalah takut berperang dan tidak mendapatkan mati syahid. “bahkan” sesungguhnya mereka telah memperoleh yang lebih besar daripada sesuatu yang diperebutkan oleh orang-orang yang saling bersaing, di mana “mereka itu hidup di sisi Rabbnya,” dalam surgaNya. Kata “di sisi Rabbnya” menunjukkan tingginya derajat mereka dan begitu dekatnya mereka dengan Rabb mereka, “dengan mendapat rizki” berupa berbagai macam kenikmatan yang tidak diketahui bentuknya kecuali oleh DZat yang telah memberikan kenikmatan tersebut atas mereka.📚 An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-SyawiSurat Ali Imran ayat 169 Dan janganlah engkau sangka orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhan mereka, diberi rezeki.📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, ini turun tentang keadaan para syuhada'. Di dalamnya terdapat keutamaan para syuhada' dan keistimewaan mereka serta karunia dan ihsan Allah yang diberikan kepada mereka. Dalam ayat ini, terdapat hiburan bagi orang-orang yang masih hidup agar tidak bersedih terhadap kawan-kawan mereka yang telah meninggal, dan menyemangatkan mereka untuk berperang di jalan Allah serta siap untuk syahid. Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ketika saudara kamu tertimpa musibah di perang Uhud, Allah Azza wa Jalla menjadikan ruh mereka dalam tembolok burung hijau yang mendatangi sungai-sungai surga yang memakan buahnya, dan pergi menuju beberapa lampu emas yang berada di bawah naungan 'Arsy. Ketika mereka mendapatkan nikmatnya minuman, makanan dan nikmatnya tempat pulang mereka, mereka berkata, "Seandainya saudara-saudara kita mengetahui apa yang diberikan Allah kepada kita agar mereka tidak benci kepada jihad dan tidak mundur dari peperangan." Allah Azza wa Jalla berfirman, "Aku akan menyampaikan kepada mereka perihal kalian." Maka Allah menurunkan beberapa ayat kepada Rasul-Nya, "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, sebenarnya mereka itu hidup." Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas, "Bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan Hamzah dan kawan-kawannya." Hakim berkata, "Shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim, namun keduanya tidak menyebutkan, dan didiamkan oleh Adz Dzahabi." Thabari meriwayatkan dari Anas bin Malik tentang para sahabat yang dikirim Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ke penduduk Bi'ruma'unah sumur Ma'unah, ia berkata, "Saya tidak mengetahui apakah jumlah mereka 40 atau 70 orang. Di dekat sumur tersebut ada 'Amir bin Thufail Al Ja'fariy, maka datanglah beberapa orang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ke gua yang mengarah kepada sumur tersebut, lalu mereka duduk di sana dan sebagian mereka bertanya kepada yang lain, "Siapakah di antara kamu yang mau menyampaikan risalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada penduduk sumur ini?" Di antara mereka ada yang mengusulkan, "Menurut saya adalah Abu Milhaan Al Anshaariy." Ia berkata, "Saya akan menyampaikan risalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Maka Abu Milhan keluar dan mendatangi salah satu suku mereka lalu mendekati rumah-rumah mereka dan berkata, "Wahai penduduk Bi'ruma'unah! Sesungguhnya aku adalah utusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, maka berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya." Lalu keluarlah seorang laki-laki dari pinggir rumah dengan membawa tombaknya, kemudian ia tusukkan tombak itu ke pinggir badannya hingga menembus ke pinggirnya lagi. Ia Abu Milhan berkata, "Allahu akbar! Aku beruntung, demi Tuhan pemilik ka'bah." Maka penduduk Bi'ruma'unah mengikuti jejaknya sehingga bertemu dengan para sahabat Abu Milhan, lalu 'Amir bin Thufail membunuh mereka semua. Ishaq perawi hadits ini berkata, "Telah menceritakan kepadaku Anas bin Malik, bahwa Allah Ta'ala menurunkan Al Qur'an berkenaaan dengan mereka yang diangkat setelah kami baca beberapa waktu, dan Allah menurunkan ayat, "Wa laa tahsabannalladziina qutiluu fii sabilillahi amwaataa bal ahyaaa'un 'inda rabbihim yurzaquun." Hadits ini disebutkan Ibnu Jarir dalam At Tarikh juz 3 hal. 36, dalam hadits tersebut diterangkan bahwa sebab turunnya ayat tersebut adalah berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh di Bi'ruma'unah. Imam Syaukani berkata, "Bagaimana pun keadaannya, ayat tersebut berdasarkan keumumannya mengena kepada setiap orang yang mati syahid." Dengan maksud meninggikan kalimatullah. Yakni janganlah ada anggapan dalam hatimu bahwa mereka itu mati, hilang kenikmatan hidup di dunia, bahkan mereka mendapatkan kenikmatan yang lebih besar lagi daripada kenikmatan hidup di dunia. Yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat kenikmatan-kenikmatan di sisi Allah, dan hanya Allah sajalah yang mengetahui bagaimana keadaan hidup itu. Di dalam hadits disebutkan bahwa ruh para syuhada berada dalam tembolok burung hijau yang berterbangan di surga sesuai yang mereka inginkan dan memakan buah-buahan surga. Dalam kata-kata "di sisi Tuhannya" menunjukkan tingginya derajat mereka dan dekatnya mereka dengan dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Ali Imran Ayat 169Dan jangan sekali-kali kamu sekalian mengira bahwa orang-orang yang gugur sebagai syuhada di jalan Allah itu mati dalam arti tidak dapat bergerak kesana kemari dan tidak tahu keadaan orang yang ditinggalkan. Tetapi sebenarnya mereka itu hidup dengan kehidupan lain di sisi tuhannya di alam barzakh, bahkan dapat bergerak dan mengetahui keadaan orang yang ditinggalkan. Mereka mendapat rezeki berupa kehidupan istimewa yang penuh dengan kenikmatan di dalamnya dan kedudukan mulia dari sisi Allah. Mereka yang gugur sebagai syuhada bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepadanya berupa kenikmatan surga, dan mereka bergirang hati terhadap orang yang masih tinggal di belakang melanjutkan perjuangan, yang belum menyusul mereka sebagai syuhada. Mereka pun berharap agar kaum muslim yang masih hidup juga memperoleh kedudukan mulia di sisi Allah. Diberitakan bahwa tidak ada kekhawatiran pada mereka sedikit pun tentang huru-hara hari kiamat dan mereka tidak bersedih hati akibat dosa-dosa yang dahulu pernah mereka khawatirkan, sebab Allah telah mengampuni kesalahan dapat pahala jariyah dan rezeki berlimpah? Klik di sini sekarang Itulah aneka ragam penjabaran dari para pakar tafsir terkait kandungan dan arti surat Ali Imran ayat 169 arab-latin dan artinya, moga-moga bermanfaat bagi kita bersama. Bantu usaha kami dengan memberikan link ke halaman ini atau ke halaman depan Artikel Cukup Banyak Dikunjungi Kami memiliki banyak halaman yang cukup banyak dikunjungi, seperti surat/ayat Ar-Ra’d 11, Al-An’am, Al-Balad, Juz al-Qur’an, Luqman 14, Al-Fajr. Ada juga Ali Imran 190-191, Al-Insyirah 5-6, Al-Maidah, Al-Adiyat, Al-Baqarah 153, Al-Baqarah 185. Ar-Ra’d 11Al-An’amAl-BaladJuz al-Qur’anLuqman 14Al-FajrAli Imran 190-191Al-Insyirah 5-6Al-MaidahAl-AdiyatAl-Baqarah 153Al-Baqarah 185 Pencarian doa setelah duha, ayat al baqarah 1-5, surat al nahl, salamun hiya hatta mathla'il fajr, albaqarah ayat 19 Dapatkan amal jariyah dengan berbagi ilmu bermanfaat. Plus dapatkan bonus buku digital "Jalan Rezeki Berlimpah" secara 100% free, 100% gratis Caranya, salin text di bawah dan kirimkan ke minimal tiga 3 group WhatsApp yang Anda ikuti Silahkan nikmati kemudahan dari Allah Ta’ala untuk membaca al-Qur’an dengan tafsirnya. Tinggal klik surat yang mau dibaca, klik nomor ayat yang berwarna biru, maka akan keluar tafsir lengkap untuk ayat tersebut 🔗 *Mari beramal jariyah dengan berbagi ilmu bermanfaat ini* Setelah Anda melakukan hal di atas, klik tombol "Dapatkan Bonus" di bawah

ayat tentang wali allah tidak mati