🐎 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Iman

Porositas Tanah dan Faktor yang Mempengaruhi. Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) tang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Porositas dapat ditentukan melalui 2 cara, yaitu menghitung selisih bobot tanah jenuh dengan Faktor ini biasanya muncul dari lingkungan yang mempengaruhi individu tersebut. Faktor eksternal ini biasanya berasal dari lingkungan terkecil di mana orang tersebut tinggal, misalkan keluarga, teman, tetangga, dan juga pengaruh dari apa yang dilihat dan didengar baik dari audio maupun visual, Seperti televisi, film, koran, buku dan apapun yang Faktor tersebut berpengaruh terhadap keutuhan dan kerukunan bangsa Indonesia. Faktor pendorong yang kuat dapat menciptakan stabilitas negara yang maju. Dikutip dari buku Pasti Bisa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas XI oleh Tim Ganesha Operation, berikut faktor pendorong bagi bangsa Indonesia agar tetap bersatu: 1. Dalam hal ini artinya, anusia bisa memilih metode dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Selain kebebasan memilih metode, ada pula kebebasan dalam memilih masalah yang sesuai dengan kebutuhannya. Demikian artikel tentang”Pengertian Kecerdasan, Jenis dan Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Terlengkap“, semoga bermanfaat. ImamBuchori, SE, M.Si NIP. 196809262000031001 . Scanned by CamScanner. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI KERJA KARYAWAN YAYASAN YATIM MANDIRI DALAM MENSUKSESKAN PROGRAM MANDIRI ENTREPRENEUR CENTER (MEC) SURABAYA beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil dari 27 variabel yang dianalisa dengan model analisis faktor yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian teh celup Sariwangi. Faktor-faktor tersebut terdiri dari 8 faktor yaitu Faktor Psikologis dengan eigen value 5.058, Faktor Produk dengan 1. Kedua orang tua yang selalu mendukung kami. 2. Kepada Ibu Dra. Hindun Fatimah, M.MPd selaku Guru mata Pelajaran Biologi SMA Wachid Hasjim Maduran. 3. Kepada semua pihak yang telah membantu, baik dari segi materi, pengetahuan, maupun materil hingga selesainya penyusunan makalah ini. Laporan yang berjudul “Perkecambahan Jagung dengan Media Dari hasil analisis diketahui bahwa semua indikator yang ada mempengaruhi rendahnya motivasi belajar siswa. Hasil tersebut menjawab rumusan masalah yang diajukan penulis, yaitu terdapat faktor-faktor yang berpengaruh rendahnya motivasi belajar siswa pada materi trigonometri. Faktor pertama yaitu tempat belajar dengan skor sebesar 19. Pokok renek, tumbuhan berdaun tirus. Di kawasan yang mempunyai saliran yang baik, tumbuh pokok seperti jelutung, ramin, tembusu dan penaga. Kawasan tanah pamah yang bersaliran tidak baik pula akan mewujudkan kawasan air bertakung. pokok yang tumbuh di kawasan air bertakung ini seperti nipah dan mengkuang. . Cahaya Ilahi Media Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh adalah website kumpulan artikel Islam, serta berbagai kajian Islam lainnya dalam bentuk tulisan. Artikel dalam situs Islam ditulis secara ilmiah berpedoman pada al-Quran, as-Sunnah, dan Ijmak ulama berdasar manhaj Ahlu Sunnah wal Jamaah. selalu berusaha menyajikan artikel dan kajian Islam tersebut dengan bahasa yang mudah dipahami oleh kalangan awam sekalipun. Tujuan cukup jelas, yaitu membantu umat dalam memahami ilmu Islam secara benar. Tema kajian Islam cukup banyak, di antaranya artikel akidah, artikel fikih, artikel adab, artikel keluarga, artikel tsaqafah, artikel sejarah Islam, konsultasi fikih, konsultasi warisan, dan makalah umum. Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh Iman seorang mukmin bisa bertambah dan bisa pula berkurang. Ada beberapa hal yang bisa merusak iman seseorang, baik menyebabkan berkurang atau bahkan membatalkan iman. Berikut akan disebutkan hal-hal yang bisa merusak iman, baik berupa faktor internal maupun faktor eksternal. Pada kesempatan ini akan dijelaskan telebih dahulu mengenai faktor-faktor internal perusak pertama, kebodohanFaktor kedua, lalaiFaktor ketiga, berpaling dari kebenaranFaktor pertama, kebodohanFaktor internal yang pertama adalah al-jahl الجهل yaitu bodoh karena tidak berilmu. Kebodohan merupakan faktor internal paling utama yang akan merusak iman seseorang. Bodoh adalah lawan dari ilmu. Sebagaimana halnya ilmu akan menambah iman dan memperkokoh keimanan seseorang, maka kebodohan berupa ketiadaan ilmu akan menyebabkan lemahnya iman. Oleh karena itu, para nabi menjelaskan kepada kaumnya dalam banyak ayat bahwa sebab mereka terjerumus dalam perbuatan syirik dan maksiat adalah karena kebodohan. Allah Ta’ala berfirman tentang kaum Nabi Musa,قَالُواْ يَا مُوسَى اجْعَل لَّنَا إِلَـهاً كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ“Bani lsrail berkata, Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah Tuhan berhala sebagaimana mereka mempunyai beberapa Tuhan berhala.’ Musa menjawab, Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang bodoh tidak mengetahui’” QS. Al-A’raf 138.Allah Ta’ala berfirman tentang kaum Nabi Luth,وَلُوطاً إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ وَأَنتُمْ تُبْصِرُونَ أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّن دُونِ النِّسَاء بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ“Dan ingatlah kisah Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu sedang kamu memperlihatkannya? Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk memenuhi nafsu mu, bukan mendatangi wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang bodoh tidak mengetahui akibat perbuatanmu’” QS. An-Naml 54-55.Baca Juga Bagaimanakah Petunjuk Islam tentang Mimpi? Bag. 1Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Ibrahim Alaihis salam,قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ“Katakanlah, Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang bodoh?’” QS. Az-Zumar 64.Allah Ta’ala berfirman,وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” QS. Al-Ahzab 33.Masih banyak ayat-ayat lain yang semakna dengan ayat-ayat di adalah induk berbagai macam penyakit dan sumber musibah. Ketika seseorang bodoh tentang agama Allah dan tentang hal-hal yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, maka akan muncul darinya perbuatan maksiat dan menyimpang dari agama Allah. Allah Ta’ala berfirman,إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوَءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ فَأُوْلَـئِكَ يَتُوبُ اللّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللّهُ عَلِيماً حَكِيماً“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kebodohan/kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” QS. An-Nisa 17.Kebodohan yang dimaksud dalam ayat ini adalah kebodohan pelaku maksiat terhadap dampak maksiat – yaitu akan menyebabkan murka Allah dan datangnya azab – sehingga dengan mudahnya dia tenggelam dan bergelimang dalam kemaksiatan. Oleh karena itu, setiap yang bermaksiat kepada Allah, sejatinya dia berada dalam keadaan bodoh terhadap dampak maksiat berupa kebinasaan di dunia dan kedua, lalaiFaktor internal yang kedua yaitu al-ghafla الغفلة yang berarti lalai. Apabila seorang hamba lalai tentang tujuan untuk apa dia diciptakan, maka imannya pun akan melemah. Allah Ta’ala mencela sifat lalai dalam kitab-Nya, dan memperingatkan dengan keras kepada orang-orang yang lalai. Allah Ta’ala menerangkan dalam Al Qur’an bahwasanya hal tersebut merupakan sifat orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman,وَإِنَّ كَثِيراً مِّنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ“Dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lalai/lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami” QS. Yunus 92.Allah Ta’ala juga berfirman,يَعْلَمُونَ ظَاهِراً مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ“Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang kehidupan akhirat adalah lalai” QS. Ar-Rum 7.Sifat lalai merupakan penyakit berbahaya yang menimpa seseorang dan akan menjauhkannya dari mengingat Allah dan melaksanakan Juga Iman Itu Bertambah dan BerkurangFaktor ketiga, berpaling dari kebenaranFaktor internal yang ketiga adalah al-a’radh الأعراض yang maknanya berpaling. Allah Ta’ala berfirman,وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنتَقِمُونَ“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa” QS. As-Sajdah 22.Berpaling dari perintah Allah Ta’ala adalah sifat orang-orang yang ingkar yang Allah murkai. Tidak selayaknya seorang hamba ketika mendengar kalam Allah atau mendengar hadis nabi berpaling darinya. Kewajibannya adalah menerimanya dengan menaati perintah dan sahih dari Abu Waaqid al Laitsi Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pernah duduk di masjid bersama para sahabat, kemudian datang kepada mereka tiga orang. Dua orang mendatangi Rasulullah dan satu orang lagi pergi. Keduanya tetap berada di hadapan Rasul. Orang pertama melihat ada celah kosong di majelis dan dia segera duduk. Orang yang kedua memilih duduk di belakangnya. Adapun orang yang ketiga pergi keluar. Ketika telah selesai, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,ألا أخبركم عن النفر الثلاثة‏‏ أما أحدهم، فأوى إلى الله، فآواه الله ، وأما الآخر فاستحيى فاستحيى الله منه، وأما الآخر، فأعرض، فأعرض الله عنه‏“Maukah kuberitahu tentang tiga orang tadi ? Adapun yang pertama dia meminta perlindungan kepada Allah, maka Allah pun melindunginya. Adapun orang yang kedua, dia malu kepada Allah, maka Allah pun malu kepadanya. Adapun orang yang ketiga, dia berpaling, maka Allah pun berpaling darinya” HR. Bukhari dan Muslim.Demikianlah di antara faktor-faktor internal yang bisa merusak iman seseorang. Semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dari perkara-perkara yang bisa merusak Juga[Bersambung]***Penulis Adika MianokiArtikel Tajdiidul Iman karya Syekh Prof. Dr. Abdurrozzaq bin Abdil Mushin al-Badr Hafidzahullah. MAKALAH POLA PIKIR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMAM MAZHAB Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Perbandingan Mazhab Dosen Pengampu Noor Efendy, SHI., MH. Disususn Oleh Kelompok 6 No Nama Kelompok NIM 1. Aida Rahmi 2. Ismiatul Maulidina - 3. Maulida Arini 4. Muhammad Effendi SEMESTER IV SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM STAI AL WASHLIYAH BARABAI PRODI PAI/BPI TAHUN AKADEMIK 2019 KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadhirat Allah swt. yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyajikan sebuah makalah yang berjudul “Pola Pikir Faktor-faktor yang Mempengaruhi Imam Mazhab” dosen pengampu Noor Efendy, SHI., MH. Dalam hal ini kami mohon pengertian kepada para pembaca untuk memberikan teguran atau kritik yang membangun dengan kesempurnaan makalah ini. Kami menyadari bahwa manusia mempunyai sifat serba kurang, mungkin para pembaca menjumpai kekurangan atau kekeliruan yang tidak kami sengaja, maka kami pun minta maaf. Semoga makalah ini mendapat berkah dan keridhaan Allah swt. sehingga dapat membawa manfaat bagi para pembaca, khususnya bagi diri kami sendiri. Barabai, 20 Februari 2019 Kelompok 6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................................................ i DAFTAR ISI............................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah............................................................................... 2 C. Tujuan Penulisan................................................................................. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Faktor-faktor Adanya Mazhab Hukum Islam.................................... 3 B. Dasar Pemikiran dan Perkembangan Mazhab Hukum Islam.............. 4 C. Pola Pikir Faktor-faktor yang Mempengaruhi Imam Mazhab............ 4 D. Sistematika Sumber Hukum Imam Mazhab........................................ 7 BAB III PENUTUP A. Simpulan ............................................................................................ 13 B. Saran................................................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 14 BAB I PENDAHULUAN Munculnya mazhab dalam sejarah tidak terlepas dari adanya pemikiran fiqh dari masa sahabat, tabi’in hingga muncul mazhab-mazhab fiqh pada periode ini. Seperti hukum yang dipertentangkan oleh Umar bin Khatab dan Ali bin Abi Thalib iyalah masa iddah wanita hamil yang di tinggal mati suaminya. Golongan sahabat berbeda pendapat dan mengiuti salah satu pendapat tersebut, sehigga munculnya mazhab-mazhab yang di anut. Di samping itu, adanya pengaruh turun temurun dari ulama-ulama yang hidup sebelumnya tentang timbulnya mazhab tasryik ada beberapa faktor yang mendorong di antranya 1. Karena semakin meluasnya wilayah kekuasaan islam sehingga hukum islampun menghadapi berbagai macam masyarakat yang berbeda-beda tradisinya. 2. Munculnya ulama-ulama besar pendiri mazhab-mazhab fiqh berusaha menyebarluaskan pemahamannya dengan mendirikat pusat-pusat studi tentang fiqh, yang di sebut dengan mazhab atau al-madrasah yang di terjemahkan bangsa barat menjadi school, kemudian usaha tersebut di teruskan oleh murid-muridnya. 3. Adanya kecenderugan masyarakat islam ketika memilih salah satu pendapat dari ulama-ulama mazhab ketika menghadapi masalah hukum, sehingga pemerintah khalifah merasa perlu menegakkan hukum islam dalam pemerintahanya. 4. Permasalahan politik perbedaan pendapat di kalanga muslim awal tentang masalah politik seperti pengangkatan khalifah-khalifah dari suku tertentu, ikut memberikan andil bagi munculnya berbagai mazhab hukum islam. 1. Apa saja faktor-faktor yang menjadikan adanya mazhab hukum islam? 2. Apa dasar dari pemikiran dan perkembangan mazhab hukum islam? 3. Bagaimana pola pikir faktor-faktor yang mempengaruhi imam mazhab? 4. Bagaimana sistematika sumber hukum imam mazhab? 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadikan adanya mazhab hukum islam. 2. Untuk mengetahui apa dasar dari pemikiran dan perkembangan mazhab hukum islam. 3. Untuk mengetahui pola pokir faktor-faktor yang mempengaruhi imam mazhab. 4. Untuk mengetahui bagaimana sistematika sumber hukum imam mazhab. BAB II PEMBAHASAN A. Faktor-faktor Adanya Mazhab Hukum Islam Mazhab-mazhab hukum Islam merupakan penentu perkembangan hukum Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad saw. Hal ini disebabkan karena tiga faktor, yaitu 1. Meluasnya daerah kekuasaan Islam yang mencakup wilayah-wilayah di semenanjung Arab, Irak, Mesir, Syam Palestina, Persia dan lain-lain. 2. Pergaulan umat Islam dengan bangsa-bangsa yang ditaklukkannya, dimana umat Islam berbaur dengan budaya, adat-istiadat serta tradisi bangsa tersebut. 3. Akibat jauhnya jarak negara-negara yang ditaklukkan dari pemerintahan Islam, sehingga para gubernur, qadi dan para ulama harus melakukan ijtihad, guna memberikan jawaban terhadap problem dan masalah-masalah baru yang dihadapi. Pada masa tabi’in, ijtihad sudah terpola menjadi dua bentuk, yaitu lebih banyak menggunakan ra'yu yang ditampilkan madrasah Kufah, serta yang lebih banyak menggunakan Hadist yang ditampilkan madrasah Madinah. Masing-masing madrasah menghasilkan para mujtahid kenamaan. Pada masa itu, para mujtahid lebih menyempurnakan lagi karya ijtihadnya dengan cara meletakkan dasar dan prinsip-prinsip pokok dalam berijtihad, yang kemudian disebut ushul. Langkah dan metode yang mereka tempuh dalam berijtihad ini melahirkan kaidah-kaidah umum, yang dijadikan pedoman oleh generasi berikutnya dalam mengembangkan pendapat pendahulunya. Melalui cara ini, setiap mujtahid dapat menyusun pendapatnya secara sistematis, terperinci dan opsional, dimana hal ini kemudian disebut fiqh. Mujtahid yang mengembangkan rumusan ilmu ushul dan metode tersendiri disebut mujtahid mandiri. Dalam berijtihad, mereka langsung merujuk pada hukum syara’ dan menghasilkan temuan orisinil. Karena antar para mujtahid itu dalam berijtihad menggunakan ilmu ushul dan metode yang berbeda, maka hasil yang dicapai juga tidak sama. Jalan yang ditempuh seorang mujtahid dengan menggunakan ilmu ushul dan metode tertentu yang menghasilkan suatu pendapat tentang hukum inilah yang disebut mazhab, dimana tokoh mujtahidnya dinamai Imam Mazhab. B. Dasar Pemikiran dan Perkembangan Mazhab Hukum Islam Berkembangnya aliran-aliran ijtihad rasionalisme dan tradisionalisme telah melahirkan madzhab-madzhab fiqh Islam yang mempunyai metodologi kajian hukum, fatwa-fatwa fiqh tersendiri serta mempunyai pengikut dari berbagai lapisan masyarakat. Dalam sejarah pengkajian hukum Islam dikenal beberapa madzhab fiqh yang secara umum terbagi dua, yaitu madzhab Sunni dan madzhab Syi'ah. Di kalangan Sunni terdapat beberapa madzhab, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafl’i dan Hambali. Adapun di kalangan Syi’ah terdapat tiga mazhab fiqh, yaitu mazhab Zaidiyah, Ismailiyah dan Ja’fariyah. C. Pola Pikir Faktor-faktor yang Mempengaruhi Imam Mazhab 1. Pola Pikir Faktor yang Mempengaruhi Imam Hanafi Abu Hanifah hidup selam 52 tahun pada masa dinasti umayyah dan 18 tahun pada masa dinasti Abbasiyyah. Alih kekuasaan dari bani umayyah yang runtuh kepada bani Abbasiyah yang naik tahta, terjadi di kufah sebagai ibu kota Abbasiyah sebelum pindah ke Baghdad. Kemudian Baghdad di bangun oleh khalifahkedua bani Abbasiyah, Abu ja'far almansyur 754-775 M, sebagai ibu kota kerajaan pada tahun 762 M. Dari pejalanan hidupnya itu, Abu hanifah sempat menyaksikan tragedi-tragedi besar di Kufah. Disatu sisi kota kufah member makna dalam kehidupannya sehingga menjadi salah seorang ulama besar dan al-imam al-A’zham. Di Sisi lain ia merasakan kota kufah sebaga kota teror yang di warnai dengan pertentangan politik. Oleh karena itu pola pemikiran Imam Abu Hanifah dalam menetapkan hukum, sudah tentu sangat dipengaruhi latar belakang kehidupan serta“ pendidikannya, dan juga tidak terlepas dari sumber hukum yang ada. Abu hanifah dikenal sebagai ulama ahlu ra'yi. Dalam menetapkan hukum islam, baik yang di istimbatkan dari Al-quran maupun hadist, beliau banyak menggunakan nalar. Beliau mengutamakan ra’yi dari khabar ahad. Apabila terdapat hadis yang bertentangan, beliau menetapkan hukum dengan jalan qiyas dan istihsan. 2. Pola Pikir Faktor yang Mempengaruhi Imam Maliki Imam malik terkenal dengan Ahlul Hadist karena dipengaruhi oleh tempat tinggalnya yang berada di Madinah, dalam mengambil fatwa hukumnya dia bersandar kepada kitab Allah untuk pertama kalinya, Kemudian Kepada Assunah. Beliau mendahulukan amalan penduduk Madinah dari pada hadist ahad kalau terbukti bertentangan dengan tradisi masyarakat Madinah. Sebab beliau berpendirian bahwa penduduk Madinah itu mewarisi apa yang mereka amalkan dari ulama salaf mereka, dan ulama salafnya mewarisi dari sahabat, maka hal itu lebih kuat daripada hadist ahad. Berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, pemikiran hukum islam Imam Malik cenderung mengutamakan riwayat, yakni mengedepankan hadist dan fatwa sahabat. Pengaruh riwayat yang menonjol adalah penerimaan tradisi masyarakat Madinah sebagai metode hukum. Imam Malik juga termasuk ulama yang sangat teguh dalam membela kebenaran, bahkan dia sangat berani dalam menyampaikan sesuatu yang sudah diyakini kebenarannya, tidak peduli walaupun para penguasa marah dengan ucapannya. Hal itu dapat dilihat ketika beliau menyampaikan fatwa dan ternyata fatwanya bertentangan dangan khalifah Al Mansur dan bani Abbasiyah di Baghdad, Malik pernah disiksa dan dihina.[1] Komentar para sejarawan berbeda-beda dalam hal ini yaitu kenapa beliau dipukul, disiksa dan sebagainya. Sebagian pendapat ahli sejarah beliau disiksa karena pendapatanya yang menyebutnya bahwa tidak sah talak orang yang di paksa. Berdasarka hadis Rasulullah, artinya” tidak sah talak orang yang dipaksa”. Keteguhan Imam Malik terhadap fatwa-fatwa yang telah beliau keluarkan, bukan berarti Imam Malik keras kepala atau ceroboh dalam mengeluarkan fatwa dan hukum, dalam memberikan fatwa, Imam malik hanya akan menjawab masalah yang sudah terjadi dan tidak melayani masalah yang belum terjadi, meskipun ada kemungkinan akan terjadi. Beliau pernah ditanya oleh seseorang tentang masalah yang belum terjadi kemudian lmam Malik menjawab, “tanyakan yang sudah terjadi jangan bertanya yang belum terjadi”. Imam Malik sangat berhati-hati dalam memberi fatwa, tidak mau menjawab pertanyaan yang beliau tidak tahu. Jika beliau tidak dapat memastikan hukum suatu masalah, beliau kan mengatakan saya tidak tahu agar beliau terlepas dari salah fatwa, tidak tergesa-gesa menjawab jika ditanya, dan berkata si penanya,”pergilah nanti saya lihat dulu”. 3. Pola Pikir Faktor yang Mempengaruhi Imam Syafi’i Pola pikir dan Faktor yang mempengaruhi Imam AsSyafl’i. Pertama, faktor keragaman pemikiran. Situasi dan kondisi saat Imam Asy -Syaf1’i 150-204 H lahir dan hidup sangat jauh karya ulama sudah banyak berbeda dengan kedua imam sebelumnya. Pada masa Imam Syafi'i hidup, sudah banyak ahli fiqh, baik sebagai murid, Imam Abu Hanifah atau Imam Malik sendiri masih hidup. Akumulasi berbagai pemikiran fiqh fuqaha, baik dari Mekah, Madinah, Irak, Syam, dan Mesir menjadikan Asy-Syafi’i memilki wawasan yang luas tentang berbagai aliran pemikiran fiqh. Faktor kedua, geografis, faktor ini merupakan faktor secara alamiah negara Mesir tempat Asy-Syafi’i lahir. Mesir adalah daerah kaya dengan warisan budaya Yunani, Persia, Romawi, dan Arab. Kondisi budaya yang kosmopolit ini tentu saja memberikan pengaruh besar terhadap pola pikir, Imam Asy-Syafi’i. Hal itu terlihat dari kitabnya Ilmu Mantiq yang dipengaruhi, oleh aliran Aristoteles. Faktor ketiga, adalah faktor sosial dan budaya ikut memengaruhi terhadap pola pikir Imam, Syafi'i, dengan qaul qadim dan qaul jadid, qaul qadim dibangun oleh Irak tahun 195 H. Karena perjalanan intelektualnya tersebut, Imam Asy-Syafi’i mengubah beberapa pendapatnya yang kemudian disebut qaul jadid.[2] 4. Pola Pikir Faktor yang Mempengaruhi Imam Hanbali Pesatnya perkembangan zaman tidak membuat Imam Hanbali 164-241 H berpikir rasional bahkan hasil rumusannya lebih ketat dan kaku dibanding Imam Maliki yang tradisional. Paling tidak, ada dua faktor yang menjadikan Imam Hanbali berpikir seperti itu; Faktor politik dan budaya. Ahmad bin Hanbal hidup pada periode pertengahan kekhalifahan Abasiyah, ketika unsur Persia mendominasi unsur Arab. Pada periode ini sering kali timbul pergolakan, konflik, dan pertentangan yang berkisar pada soal kedudukan putra mahkota dan khilafat antara anak-anak khalifah dan saudara-saudaranya. Saat itu, aliran Mu’tazilAh berkembang, bahkan menjadi madzhab resmi negara pada masa pemerintahan Al-Makmun; Al-Mutashim, dan Al-Watsiq.[3] D. Sistematika Sumber Hukum Imam Mazhab 1. Sistematika Sumber Hukum Abu Hanifah Imam Abu Hanifah dikenal sebagai ulama Ahli Ra'yi. Meskipun Abu Hanifah pernah bermukim di Mekkah dan mempelajari hadist-hadist nabi, serta ilmu-ilmu lain dari para tokoh yang beliau jumpai, akan tetapi pengalaman yang beliau peroleh dari luar kufah digunakan untuk memperkaya koleksi hadist-hadistnya, sementara metodologi kajian fiqhnya mencerminkan aliran Ahli Ra’yi yang beliau pelajari dari Imam Hammad, dengan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber pertama dan kedua. Apabila beliau tidak menemukan ketentuan yang tegas tentang hukum persoalan yang dikajinya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, maka beliau mempelajarinya dari perkataan sahabat baik dalam bentuk ijma’ maupun fatwa. Kalau ketiganya tidak menyatakan secara eksplisit tentang persoalan-persoalan tersebut, maka beliau mengkajinya melalui qiyas dan istihsan, atau melihat tradisi-tradisi yang berkembang dalam masyarakat yang ditaati secara bersama-sama. Imam Abu Hanifah pernah berkata “Aku mengambil hukum berdasarkan al-Qur’an, apabila tidak saya jumpai dalam al-Qur'an, maka aku gunakan as-Sunnah dan jika tidak ada dalam kedua-duanya al-Qur'an dan as-Sunnah, maka aku dasarkan pada pendapat para sahabat dan aku tinggalkan apa saja yang tidak kusukai dan tetap berpegang kepada pendapat satu saja.” Beliau juga berkata “Aku berijtihad sebagaimana mereka berijtihad dan berpegang kepada kebenaran yang didapat seperti mereka juga”. Imam Abu Hanifah mengacu pada kebebasan berfikir dalam memecahkan masalah-masalah baru, yang belum terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist. Imam Abu Hanifah banyak mengandalkan qiyas dalam menentukan pemecahan masalah hukum.[4] Untuk lebih jelasnya, dasar-dasar yang digunakan oleh mazhab Hanafi dalam menetapkan suatu hukum berdasarkan urutannya, yaitu b. As-Sunnah, kualifikasi as-Sunnah ini harus shahih, mutawatir dan juga dikenal secara luas masyhur. Mazhab Hanafi menolak menggunakan hadis yang diriwayatkan oleh satu orang saja yang disebut hadis ahad. e. Al-lstihsan, yaitu berpaling dari kehendak qiyas kepada qiyas yang lebih kuat atau pengkhususan qiyas berdasarkan dalil yang lebih kuat. f. Al-Urf, yaitu tradisi masyarakat baik berupa perkataan maupun perbuatan, atau dengan perkataan lain adalah adat kebiasaan. Tentu saja urf ini harus sejalan dengan semangat syari’ah, sedangkan urf yang bertentangan dengan jelas ditolak oleh madzhab Hanafi. 2. Sistematika Sumber Hukum Imam Malik Imam Malik sendiri sebenarnya belum menuliskan dasar-dasar fiqhiyah yang menjadi pijakan dalam berijtihad, tetapi pemuka-pemuka madzhab ini, murid-murid Imam Malik dan generasi yang muncul sesudah itu menyimpulkan dasar-dasar fiqhiyah Malik kemudian menuliskannya. Dalam Muwattha’, Malik secara jelas menerangkan bahwa dia mengambil “tradisi orang-orang Madinah” sebagai salah satu sumber hukum setelah al-Qur'an dan as-Sunnah. Ia juga mengambil hadis munqathi' dan mursal sepanjang tidak bertentangan dengan tradisi orang-orang Madinah itu. Secara lebih jelas dasar-dasar yang digunakan oleh madzhab Maliki adalah sebagai berikut b. As-Sunnah, berbeda dengan Abu Hanifah yang mensyaratkan dengan kualifikasi tertentu, imam Malik meski mengutamakan hadis mutawatir dan masyhur, juga menerima hadist ahad asalkan tidak bertentangan dengan amal praktik ahli Madinah. c. Amal Ahli Madinah praktik masyarakat Madinah. Imam Malik berpendapat bahwa Madinah merupakan tempat Rasulullah menghabiskan 10 tanun terakhir hidupnya, maka praktik yang dilakukan oleh masyarakat Madinah mesti diperbolehkan, atau bahkan dianjurkan oleh Nabi saw. Oleh karena itu, Imam Malik beranggapan bahwa praktik masyarakat Madinah merupakan bentuk as-Sunnah yang sangat otentik yang diriwayatkan dalam bentuk tindakan. f. Al-Mashlahah Al-Mursalah, yakni menetapkan hukum atas berbagai persoalan yang tidak ada petunjuk nyata dalam nash, dengan pertimbangan kemaslahatan, yang proses analisisnya lebih banyak ditentukan oleh nalar mujtahidnya. h. Adz-Dzari’ah, yakni Imam Malik menetapkan hukum dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dari suatu perbuatan. Jika perbuatan itu akan menimbulkan mafsadah meski hukum asalnya boleh, maka hukum perbuatan tadi adalah haram. Sebaliknya, jika akan menimbulkan maslahah, maka hukum perbuatan tadi tetap boleh atau bahkan dianjurkan atau meningkat menjadi wajib. Penganut mazhab Maliki ini sampai sekarang banyak pengikutnya dan mereka tersebar di negara-negara, antara lain Mesir, Sudan, Kuwait, Bahrain, Maroko dan Afrika. 3. Sistematika Sumber Hukum Imam Syafi’i Imam syafi’i terkenal sebagai seorang yang membela mazhab Maliki dan mempertahankan mazhab ulama Madinah hingga terkenallah beliau dengan sebutan Nasyirus Sunnah penyebar Sunnah. As-Syafi'i telah dapat mengumpulkan antara thariqat ahlur ra’yi dengan thariqat ahlul hadits. Oleh karena itu mazhabnya tidak terlalu condong kepada ahlul hadits.[5] Thaha jabir, dalam bukunya, Adab Al-lkhtilaffi Al-Riam, menjelaskan metode istinbath al-ahkamlmam Syafii sebagai berikut “…pertama ashal, yakni AI-Qur’an dan Al-Hadist, dan apabila tidak ditemukan dalam keduanya, qiyas berlaku kepadanya, dan apabila hadist itu sampai sanadnya kepada Rasulullah, itulah yang dituju ijma’ sebab lebih baik daripada hadist ahad jika zhahir hadist mencakup beberapa pengertian zhahir dan pernyataan yang menyerupainya harus lebih diutamakan. Kemudian tatkala beberapa hadist saling mendukung, untuk menentukan tingkatan kesahihannya ditinjau dari segi sanad hadist-hadist tersebut. Satu hadist yang dipandang sebagai hadis munqathi', misalnya bukan hanya yang bersumber dari Ibnu Musayyab. Selanjutnya, bahwa ashal dalam pengertian lawan dari farm' pada lapangan qiyas itu tidak bisa diqiyaskan dengan ashal yang lain juga bahwa tidak ada kata “kenapa” dan “bagaimana" untuk ashal. Kata “kenapa” hanya dipakai untuk furu'. Dengan demikian, jika qiyasnya benar dan berdasar pada “asbat' yang benar, benarlah argumen tersebut. ” Dari kutipan di atas, tampaknya Al-Quran, hadist, ijma’, dan qiyas menjadi faktor utama dalam landasan madzhab Imam Syafi’i. Sementara metode lainnya seperti istinbath, istihsan, sadu dzari’ah dan lainnya hanyalah merupakan suatu metode dalam merumuskan menyimpulkan hukum-hukum dari sumber utamanya Al-Qur’an Al-Hadist. 4. Sistematika Sumber Hukum Ahmad bin Hanbal Thaha jabir, dalam kitabnya Adab Al-lkhtilaf dan Abu Zahrah. dalam kitabnya Tarikh Madzhabib al-Fiqhyah, menjelaskan bahwa cara ijtihad Imam Ahmad lbn Hanbal sangat dekat dengan cara ijtihad Asy-Syafi'i. Ibn Qayyim Al-jauziyyah menjelaskan bahwa pendapat-pendapat Ahmad Ibn Hanbal dibangun atas lima dasar, yaitu a. An-nushnush dari Al-Quran dan As-Sunnah. Apabila telah terdapat ketentuannya dalam nash tersebut, ia berfatwa dan tidak mengambil yang lainnya karena itu nash didahulukan atas fatwa sahabat; b. Ahmad lbn Hanbal berfatwa dengan fatwa sahabat, ia memilih pendapat sahabat yang tidak menyalahinya ikhtilaf sudah sepakat; c. Apabila fatwa sahabat bcrbeda-beda, Ahmad Ibn Hanbal memilih salah satu pendapat mereka yang lebih dekat kepada AI-Qur’an dan As-Sunnah; d. Ahmad Ibn Hanbal menggunakan hadist mursal dan dhaif apabila tidak ada atsar, qaul sahabat, atau ijma yang menyalahinya; e. Apabila tidak ada dalam nash, As-Sunnah, qaul sahabat, riwayat masyhur, hadist mursal dan dhaif, Ahmad Ibn Hanbal menganalogikan menggunakan qiyas dan qiyas baginya adalah dalil yang dipakai dalam keadaan terpaksa. Dengan demikian, sistematika sumber hukum dan istidlal Madzhab Hanbali Imam Ahmad, sebagaimana diringkas oleh, Salim Ali Ats-Tsaqafi, terdiri dari a. Nushus Al-Qur’an, As-Sunnah dan nash ijmal. c. Hadist-hadist mursal dan dhaif. h. Al-mashlahat al-mursalat.[6] BAB III PENUTUP Hasil Ijtihad para imam mazhab dapat diketahui setelah disusun secara sistematis dan melalui penyempurnaan di tangan murid-muridnya, sehingga menghasilkan mazhab fiqh. Ketentuan hukum dalam mazhab fiqh itulah yang menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadi rujukan para hakim dalam menyelesaikan perkara. Mazhab fiqh peninggalan para imam mazhab merupakan salah satu faktor utama bagi kelangsungan dan perkembangan pemikiran mazhab hingga saat ini. Terdapat kemiripan latar belakang adanya mazhab-mazhab hukum Islam, dimana dasar yang digunakan pada mazhab-mazhab tersebut mengutamakan dan berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadist, dengan menambahkan pedoman lain sebagai pelengkap. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Asy-Syurbasi, Ahmad. Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab. Jakarta Sinar Grafika. 2001. Hasan, M. Ali. Perbandingan Mazhab. Jakarta PT RajaGrafindo Persada. 2002. Hasbiyallah. Perbandingan Mazhab. Jakarta Pusat Subdit Kelembagaan Derektorat Pendidikan Tinggi Islam. 2012. Khalil, Rasyad Hanan. Tarikh Tasyri’ al-Islami. Jakarta Azmah. 2009. [2] Hasbiyallah. Perbandingan Mazhab, Jakarta Pusat Subdit Kelembagaan Derektorat Pendidikan Tinggi Islam, 2012, hlm. 85. [4] Ahmad Asy-Syurbasi. Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, Jakarta Sinar Grafika, 2001, hlm. 12. [5] M. Ali Hasan. Perbandingan Mazhab, Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2002, hlm. 165. [6] Rasyad Hanan Khalil. Tarikh Tasyri’ al-Islami, Jakarta Azmah, 2009, hlm. 195-196.

faktor faktor yang mempengaruhi iman